Kamis, 29 Januari 2009

SEJARAH KITAB PERJANJIAN LAMA

Oleh : Ahmad Ismail Pain Ratu Fernandez M.div


Perjanjian Lama adalah bagian utama pertama dalam Alkitab, biasanya dibagi kepada kategori-kategori hukum, sejarah, puisi dan nubuat. Semua buku-buku atau kitab-kitab tersebut ditulis sebelum kelahiran Yesus. Perjanjian Lama terkadang disebut Kitab-Kitab Ibrani, karena 97% isinya ditulis dalam bahasa Ibrani.
Eneateukh
Eneateukh berarti sembilan kitab hukum. Kesembilan kitab tersebut adalah dari kitab Kejadian sampai 2 Raja-raja.
Berdasarkan urutan kitab-kitab dari Kejadian sampai 2 Raja-Raja (urutan dalam kitab Ibrani), seseorang akan mendapatkan gambaran yang sangat urut dari penciptaan dunia, pemilihan Israel sampai Israel harus dibuang dari negerinya:
· Penciptaan alam semesta sebagai dasar bagi pemilihan Israel (Kej 1-11);
· Pemilihan Abraham dan janji kepadanya, bahwa dia akan menjadi bangsa yang besar dan akan menduduki Kanaan (Kej 12st.);
· Langkah pemenuhan janji: keluar dari Mesir, pendudukan Kanaan, pembagian negeri Kanaan (Kel 1 – Yos 24);
· Perjuangan melawan bangsa-bangsa Kanaan (Hak 1 – 1Sam 31), berdirinya negara Israel (1Sam 8-12), Israel Raya (1Sam 8 – 1Raj 11), Israel terbagi menjadi dua kerajaan (1Raj 12 – 2Raj 17:6), Kerajaan Israel runtuh dan pembuangan ke Asyur (2Raj 17:7-41), Kerajaan Yehuda sampai keruntuhan dan pembuangan ke Babel (2Raj 18 – 25).

Hal ini menunjukkan kesembilan kitab pertama tersebut dikomposisi sedemikian rupa sehingga membentuk satu karya sejarah dari mulai terciptanya alam semesta, terpilihnya bangsa Israel sebagai umat pilihan, sampai pada akhirnya Israel dibuang. Kesembilan kitab tersebut adalah:
· a) Kejadian
· b) Keluaran
· c) Imamat
· d) Bilangan
· e) Ulangan
· f) Yosua
· g) Hakim-Hakim
· h) 1&2 Samuel
· i) 1&2 Raja-Raja

Kesembilan kitab tersebut dikenal dengan Eneateukh. Proses terjadinya sangat rumit dan berlapis-lapis.
Tetrateukh
Tetrateukh berarti empat kitab hukum. Tetrateukh adalah komposisi dari empat kitab pertama Perjanjian Lama, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat dan Bilangan, yang merupakan bagian pertama dari Eneateukh. Proses terjadinya Tetrateukh dapat dilihat dalam skema berikut ini:
Lihat Bagan:
Sebuah komposisi pertama atau disebut juga Redaktor Yahwis-Elohis (RYE = Redaktor YE), yang terjadi pada sekitar tahun 722 sM, merupakan sebuah komposisi dari beberapa cerita yang awal-mulanya beredar dalam tradisi oral di wilayah kerajaan Israel Selatan (tradisi Yahwis, lihat juga artikel "Yahwist" dalam Wiki English disingkat “tradisi Y”) dan di wilayah kerajaan Israel Utara (tradisi Elohis, lihat juga artikel "Elohist" dalam Wiki English disingkat “tradisi E”). Komposisi ini, yang oleh Wellhausen disebut dengan “jehowistisches Geschichtswerk” (“Karya Sejarah Yehowistis”) atau lebih tepat disebut “Karya Sejarah Yerusalem” (disingkat “YG”, yang berasal dari “Jerusalemer Geschichtswerk”), merupakan sebuah kompromi pertama yang menyatukan dua tradisi yang saling berlawanan (tradisi Israel Selatan [Y] dan tradisi Israel Utara [E]).
Pada sekitar tahun 520 sM muncul teks yang berasal dari tradisi keimaman (atau disingkat “tradisi P”) yang merupakan refleksi dari sebuah reformasi teologis yang dilakukan oleh para imam pada waktu zaman pembuangan. Terdapat dua teks yang berasal dari tradisi ini, yaitu “teks dasar P” atau disingkat PG (Priesterliche Grundschrift) yang digunakan untuk mengkomposisi Tetrateukh dan “kitab hukum kesucian” (Im 17 – 26). Oleh redaktor P (RP) pada sekitar tahun 450 sM yang hidup pada zaman setelah pembuangan di Yerusalem, kedua teks dari tradisi keimaman tersebut digunakan untuk mengkomposisi Tetrateukh. Kedua teks tersebut digabungkan bersama dengan “Karya Sejarah Yerusalem” dari RYE, sehingga muncul kompromi kedua. Dari kompromi tersebut muncul Tetrateukh (Kejadian - Bilangan).
Karya Sejarah Deuteronomis
Karya Sejarah Deuteronomis merupakan kitab-kitab hukum setelah Tetrateukh, yaitu Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, 1&2 Samuel dan 1&2 Raja-raja: Pada sekitar tahun 400, Tetrateukh sebagai hasil komposisi yang dilakukan oleh Redaktor P kembali diredaksi, dan ke dalamnya disisipkan Kitab Perjanjian (Kel 20:22 – 23:33). Tetrateukh kemudian diperluas dengan ditambahkannya beberapa kitab, yaitu dari kitab Ulangan – 2Raja-Raja. Hasil peredaksian yang dilakukan oleh Dtr tersebut adalah Eneateukh yang merupakan karya sejarah yang sangat besar yang disebut dengan Karya Sejarah Deuteronomistis (DtrG). Sejak saat itulah proses kanonisasi Kej – 2Raj telah selesai. Belakangan, kitab Eneateukh kembali dipecah menjadi dua bagian besar, yaitu Taurat/Pentateukh (Kej – Ul) dan Kitab Nabi-Nabi Awal (Yos – 2Raj).
Lihat Bagan Terjadinya Eneateukh:
Taurat
Kitab Taurat atau Torah dalam bahasa Ibrani adalah lima kitab pertama Tanakh atau Alkitab Perjanjian Lama. Kitab Taurat dalam bahasa Yunani disebut Pentateukh.
Kelima kitab ini adalah:
· Kejadian, bahasa Latin: Genesis, bahasa Ibrani: beresyit (בראשית),
· Keluaran, bahasa Latin: Exodus, bahasa Ibrani syemot (שמות),
· Imamat, bahasa Latin: Leviticus, bahasa Ibrani wayyikra (ויקרא),
· Bilangan, bahasa Latin: Numerii, bahasa Ibrani bemidbar (במדבר) dan
· Ulangan, bahasa Latin: Deuteronomium, bahasa Ibrani debarim (דברים).
Nama-nama Latin berasal dari Septuaginta.
Kelima buku pertama ini dianggap penting karena kelima buku ini memuat peraturan-peraturan yang dipercayai ditulis oleh Musa.
Menurut tradisi kitab Taurat ditulis oleh nabi Musa, sedang kematiannya yang tercatat pada Kitab Ulangan pasal 34 dituliskan oleh penerusnya, Yosua.[rujukan?] Contoh serupa adalah kitab Yeremia, yang pada akhirnya di kitab tersebut dituliskan "sampai di sinilah perkataan-perkataan Yeremia" (Yeremia 51:64) namun kitab tersebut masih dilanjutkan (kebanyakan berisi sejarah dan kejadian yang terjadi setelah perkataan Yeremia berakhir).
Kata Taurat sendiri sebenarnya berarti pengajaran oleh Allah. Kata ini diterapkan kepada Kesepuluh Hukum (Dasa Titah), kemudian pada segala hukum dan peraturan dari Tuhan.
Orang Samaria mengakui kelima kitab Taurat ini sebagai kitab suci mereka, namun mereka menolak kitab-kitab lainnya yang terdapat di dalam Perjanjian Lama.[rujukan?]

Teks-teks Perjanjian Lama
Teks Masoret
Teks tulisan tangan Perjanjian Lama kuno yang utuh sekarang ini adalah Kodeks B19 yang saat ini berada di Perpustakaan di St. Petersburg. Teks ini dikenal dengan nama Kodeks Leningradensis, yang juga dikenal dengan nama Kodeks Petropolitanus, ditulis pada tahun 1008 di Kairo dan merupakan teks tulisan tangan terbaik, sehingga para ilmuan Alkitab banyak mengacu kepada teks ini.
Kodeks Leningradensis berasal dari tradisi penulisan teks Alkitab Ibrani yang sangat rumit, yaitu berasal dari para Masoret dari abad ke-8 sampai ke-10 M di Tiberias di pantai danau Genesaret. Oleh karena itu orang menyebut teks yang berasal dari tradisi penulisan ini sebagai teks Masoret. Terdapat dua keluarga Yahudi dalam tradisi penulisan ini, yaitu Ben Asyer dan Ben Naftali. Pada dasarnya huruf-huruf Ibrani adalah konsonan semua. Hal ini juga berlaku kepada teks Perjanjian Lama. Teks Perjanjian Lama yang ditulis dengan huruf konsonan semua disebut teks konsonan. Pembacaan teks konsonan ini didasarkan pada tradisi pembacaan kitab suci yang turun temurun. Kodeks Aleppo, yang merupakan teks konsonan, yang menjadi teks dasar, diberi tanda vokal (vokalisasi) oleh Harun ben Asyer, lalu hasil dari vokalisasi yang dilakukan oleh Harun ben Asyer disalin lagi oleh Samuel ben Yakub. Kodeks Leningradensis yang telah disebutkan di atas adalah hasil salinan yang dikerjakan oleh Samuel ben Yakub.
Yang menjadi pendorong pemberian tanda vokal pada teks konsonan Ibrani yang dilakukan oleh Ben Asyer dan Ben Naftali adalah Sekte Kareer ("Para Pengikut Kitab Suci"), yang pada abad ke-8 berkembang di daerah Babilonia. Sekte ini mengabaikan penafsiran rabi-rabi Yahudi yang didasarkan pada tradisi Talmud, dan mereka lebih mengarahkan pengajaran mereka hanya pada Kitab Suci. Sehingga pada waktu itu berkembang pemikiran, bahwa jika tradisi pembacaan ini terputus dan hilang, maka anak-cucu mereka tidak dapat membaca Kitab Suci lagi serta tidak dapat memahaminya, karena teks Kitab Sucinya adalah berbentuk konsonan. Kebutuhan yang mendesak ini juga dipikirkan oleh para Masoret yang adalah para rabi (bukan berasal dari Sekte Kareer!), sehingga dua keluarga yang telah disebutkan di atas mengerjakan vokalisasi teks konsonan.
Teks Pentateukh Samaritan
Tradisi penyalinan teks kitab suci yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi tersebut di atas yang biasa disebut teks masoret bukanlah satu-satunya tradisi penyalinan teks kitab suci Ibrani. Di samping tradisi penyalinan ini terdapat juga tradisi penyalinan yang dilakukan oleh orang-orang Samaria. Tradisi penyalinan yang dilakukan oleh orang-orang Samaria ini dimulai sejak keterpisahan (skisma) jemaat Yahudi dan Samaria pada tahun yang tidak diketahui lagi, tetapi yang pasti pada zaman setelah pembuangan. Orang-orang Samaria adalah penduduk yang tinggal di wilayah Israel utara setelah pada tahun 722 SM ditaklukkan oleh bangsa Asyur. Mereka adalah campuran antara Israel dan bangsa-bangsa lain yang tinggal di daerah tersebut. Mereka hanya mengakui Pentateukh sebagai Kitab Suci mereka. Teks tulisan tangan yang tertua dari tradisi ini yang masih ada berasal dari abad ke-12 M yang sekarang ini berada di Perpustakaan Universitas Leipzig.
Teks Qumran
Antara tahun 1947 dan 1956 ditemukan fragmen-fragmen teks Perjanjian Lama dalam bentuk lebih dari 190 gulungan dari dalam 11 gua di Qumran, yang terletak di pantai Laut Mati, yaitu sekitar 15 km sebelah selatan dari kota Yerikho. Dimulai dari ketidak sengajaan pada tahun 1947, yaitu ketika seorang gembala muda dari suku Badui, yang mencoba untuk mencari dombanya yang hilang di sekitar gua-gua di Qumran, dan ketika dia mencoba untuk mencari dombanya di sebuah gua, dia secara tidak sengaja menemukan gulungan-gulungan kitab. Penemuan ini merupakan penemuan pertama gulungan-gulungan kitab Qumran, dan sejak saat itu para arkeolog meneliti di Qumran dan menemukan gulungan-gulungan kitab yang lainnya. Sebagian besar fragmen tersebut berasal dari abad ke-2 SM dan ke-1 SM, namun ada juga sebagian kecil yang berasal dari abad ke-3 SM. Setiap bagian dari kitab-kitab Perjanjian Lama (kecuali kitab Ester) ditemukan di Qumran. (Lihat Naskah Laut Mati) Gambar 1: Qumran
Teks Yunani
Tradisi penerjemahan Alkitab Ibrani ke Yunani juga merupakan sumber yang sangat penting, yang disebut Septuaginta. Nama ini berasal dari bahasa Latin yang berarti "tujuh puluh" dan biasanya disingkat dengan huruf romawi LXX. Legenda tentang Septuaginta ini didasarkan pada Surat Aristeas pada abad ke-1 SM: Demetrius dari Phaleron, ketua Perpustakaan di Alexandria, mengusulkan kepada Raja Ptolemeus II Philadelphus (285-246 SM) untuk memasukkan kitab Taurat Yahudi ke dalam Perpustakaan Alexandria. Untuk melaksanakan proyek ini, maka 72 tua-tua Yahudi (enam dari masing-masing suku Israel/ 6 x 12 = 72), dikirim oleh Imam Besar Eliezer ke Alexandria untuk menerjemahkan kitab Taurat, dan penerjemahan itu memakan waktu selama 72 hari dan hasil dari penerjemahan ini digunakan oleh jemaat Yahudi yang saat itu berada di Diaspora Mesir. Legenda ini didasarkan pada motif mujizat munculnya Septuaginta. Namun dari legenda ini kita dapat memperoleh informasi, bahwa kitab Taurat dalam bahasa Yunani pada awalnya dipergunakan oleh jemaat Yahudi yang berada di Diaspora Mesir yang tidak bisa berbahasa Ibrani lagi, yaitu pada pertengahan abad ke-3 SM. Satu abad setelah itu, yaitu sekitar pertengahan abad ke-2 SM, seluruh Alkitab telah diterjemahkan dalam bahasa Yunani. Hal ini didasarkan pada Prolog kitab Sirakh (sekitar 132 SM), bahwa "Taurat, para Nabi, dan kitab-kitab lain" (mengacu kepada tiga bagian dari kitab Ibrani, yaitu Torah, Nebi'im dan Ketubim) telah diterjemahkan dalam "bahasa lain" (tentunya dalam hal ini bahasa Yunani).
Tradisi Septuaginta sangat berbeda dengan tradisi Masoret, baik dari sisi bahasa maupun teksnya. Nampaknya teks Ibrani yang digunakan oleh para penerjemah adalah teks yang berbeda dengan teks dari tradisi Masoret. Hal ini didasarkan pada bukti: bahwa (1) Septuaginta memuat beberapa kitab di luar kitab Ibrani, (2) bahwa kitab Daniel dan Ester di Septuaginta lebih panjang dari versi kitab Ibrani, dan juga kitab Yeremia versi Septuaginta lebih pendek dari versi kitab Ibrani, secara khusus perbedaan bentuk teks antara teks Ibrani yang digunakan oleh Septuaginta dan teks Ibrani Masoret akan nampak jika kita membandingkannya secara mendetail dari kitab Daniel.
Pada awalnya tradisi Septuaginta menjadi teks yang sangat penting bagi orang Yahudi pada waktu itu. Namun setelah konsili Yamnia (sekitar 95 M) tradisi ini menduduki peranan yang tidak penting lagi. Hal ini mungkin karena teks Septuaginta menjadi pegangan penting bagi orang Kristen mula-mula, dan teks ini mendapat tandingan dari terjemahan Yunani yang baru, yaitu Aquila (130 M), Theodotion (abad ke-2 M) dan Symmakus (abad ke-3 M). Namun tradisi ini mendapat tempat yang sangat penting dalam tradisi Kristen. Kemudian Septuaginta direvisi oleh para ahli Kristen:
1. Origenes (antara 232-254 di Kaisarea dalam edisi teks kritik Septuaginta),
2. Uskup Mesir Hesikhius (meninggal sekitar 310),
3. Tua-Tua Lukian di Antiokhia (meninggal sekitar 311).
Menurut keterangan Hieronimus, orang Kristen di Alexandria dan Mesir menggunakan Septuaginta versi Hesikhius; sedangkan orang Kristen di Konstantinopel sampai Antiokhia menggunakan Septuaginta versi Lukian Sang Martir; dan di samping itu orang Kristen di Palestina menggunakan Septuaginta versi Origenes.
Kemudian berdasarkan Septuaginta diterjemahan Alkitab Perjanjian Lama dalam beberapa bahasa lain, yaitu pada abad ke-3 M ke dalam bahasa Koptik, salah satu dialek bahasa Mesir; lalu pada abad ke-4 M ke dalam bahasa Ethiopia; di samping itu pada abad ke-4 M ke dalam bahasa Gotik oleh Uskup Gotik Ulfias. Berdasarkan versi Origenes Alkitab Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia pada sekitar tahun 440 M.
Targum
Ketika bahasa Ibrani bukan lagi menjadi bahasa pengantar di Palestina, banyak orang yang tidak mengerti isi kitab suci, karena kitab suci tertulis dalam bahasa Ibrani. Oleh karena itu diambil inisiatif, bahwa dalam ibadah di Sinagoga, setelah dibacakannya kitab suci dalam bahasa Ibrani, teks Ibrani tersebut diterjemahkan (dalam tradisi lisan) ke dalam bahasa Aram. Terjemahan kitab suci ke dalam bahasa Aram dalam tradisi lisan tersebut (targum, jamak: targumim) baru mulai sekitar tahun 300 M ditulis oleh ahli-ahli kitab suci. Oleh karena itu banyak terjadi kesalahan penerjemahan dan ketidak-tentuan, karena penerjemahannya sendiri lebih berdasarkan interpretasi. Namun di sisi lain, dalam kritik teks, Targum kadang juga menjadi penting untuk diperhatikan, karena dia merupakan terjemahan dari teks yang lebih tua dari teks Masoret. Terdapat dua Targum yang terkenal dan penting, yaitu Targum Palestina dan Targum Babilonia.
Pesyitta
Pesyitta merupakan terjemahan PL dalam tradisi Kristen. Penerjemahannya sangat bergantung dengan Targum, sehingga kedudukannya dalam kritik teks tidaklah menduduki tempat yang penting. Selain bergantung dengan Targum, Pesyitta juga menggunakan LXX.
Terjemahan-terjemahan dalam Bahasa Latin
Sampai sekitar tahun 250 M bahasa Yunani merupakan bahasa pengantar resmi di seluruh kerajaan Romawi. Namun di beberapa provinsi, misalnya di Afrika Utara, bahasa Latin masih menjadi bahasa pergaulan masyarakat, sehingga dibutuhkan penerjemahan kitab suci ke dalam bahasa Latin untuk masyarakat yang berdiam di provinsi-provinsi tersebut. Terjemahan-terjemahan kitab suci ke dalam bahasa Latin tersebut mulai muncul pada awal abad ke-2 M. Tradisi penerjemahan yang tertua adalah terjemahan dari Afrika, dan yang lebih muda adalah terjemahan dari Italia. Terjemahan-terjemahan Latin ini disebut dengan nama "Vetus Latina" atau oleh orang Galia-Selatan disebut dengan nama "Itala" (versio Itala). Penerjemahan-penerjemahan ini berdasarkan teks LXX.
Paus Damasus (366-384) memutuskan untuk merevisi Alkitab latin dan hasil dari perevisian ini akan menjadi teks resmi gereja Katolik. Untuk mewujudkannya, dia memerintahkan kepa-da Sophronius Eusebius Hieronimus (347-419) untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa latin atau sedikitnya merevisi teks-teks latin yang sudah ada. Hieronimus menyelesaikan penerjemahannya pada tahun 406. Terjemahan Alkitab ke dalam bahasa latin tersebut disebut Vulgata. Pada tahun 801 Vulgata kembali direvisi oleh Abt Alkuin.
Melalui keputusan pada Konsili Vatikan II Vulgata direvisi kembali dan revisi tersebut selesai pada tahun 1979. Hasil revisi Vulgata tersebut disebut Nova Vulgata.
Kanonisasi Perjanjian Lama
Umat Yahudi mengakui 39 kitab (atau menurut mereka 22 kitab, karena kedua kitab Samuel (1 Samuel dan 2 Samuel); kedua kitab Raja-raja (1 Raja-raja dan 2 Raja-raja); kedua kitab Tawarikh (1 Tawarikh dan 2 Tawarikh); kitab Ezra dan kitab Nehemia; dan 12 kitab nabi-nabi kecil: masing-masing dihitung satu kitab; dan kitab Rut digabungkan dengan kitab Hakim-Hakim; dan kitab Ratapan digabungkan dengan kitab Yeremia) yang ditulis dalam bahasa Ibrani (veritas hebraica) sebagai kanon.
Penetapan ke-39 kitab tersebut sebagai kanon terjadi pada sekitar tahun 95 M dalam sebuah konsili yang diadakan di Yamnia (sekarang ini bernama Yabne, terletak di dekat pantai Laut Tengah, di sebelah barat daya Israel. Setelah Yerusalem dihancurkan oleh tentara Roma pada tahun 70 M, kota ini menjadi pusat umat Yahudi yang sangat penting). Penetapan ini memberikan legitimasi, bahwa 39 kitab ini tergolong Kitab Suci. Orang-orang Yahudi dewasa ini masih tetap mengakui kanonisasi berdasarkan penetapan di konsili Yamnia. Tradisi Protestan juga menganut tradisi ini.
Di samping tradisi kanonisasi Ibrani terdapat juga di kalangan Yahudi kuno kanonisasi yang didasarkan pada kitab-kitab Yunani yang terdapat dalam Septuaginta. Kitab-kitab Yunani tersebut di kalangan Yahudi kuno (juga pada zaman Yesus dan jemaat Kristen perdana) diakui sebagai kanonis. Tradisi kanonisasi Yunani pada awalnya mempunyai wibawa di kalangan umat Yahudi, tetapi setelah tradisi ini dipegang oleh jemaat Kristen perdana dan setelah kanonisasi di Yamnia, maka tradisi kanonisasi Yunani tidak lagi diakui oleh umat Yahudi.
Tradisi kanonisasi ini kemudian diambil alih atau diteruskan oleh Hieronimus dalam menyusun Vulgata. Gereja Katolik mengakui tradisi ini. Jumlah kitab yang diakui sebagai kanonik adalah 46 kitab. Jumlah ini 7 kitab lebih banyak dari tradisi Protestan, yaitu: Kitab Tobit, Yudit, 1 dan 2 Makabe, Kebijaksanaan Salomo, Yesus Sirakh, Surat Barukh, dan Tambahan-tambahan pada Kitab Ester, Daniel, dan Tawarikh). Tujuh kitab ini disebut dalam tradisi Katolik sebagai “Deuterokanonika”, sementara ke-39 kitab Ibrani disebut sebagai Protokanonika. Kitab-kitab ini oleh kalangan Protestan dahulu disebut “Apokrif”. Menurut Luther kitab-kitab ini baik dan berguna untuk dibaca, tetapi tidak dapat dianggap sebagai kitab suci.
Bahasa Kitab Perjanjian Lama
Kitab Perjanjian Lama sebagian besar ditulis dalam bahasa Ibrani dan ada beberapa bagian ditulis dalam bahasa Aram. Sebagian kecil yang ditulis dalam bahasa Aram tersebut terdapat dalam kitab Daniel dan Ezra.
Pandangan umat Yahudi terhadap Perjanjian Lama
Perjanjian Lama adalah kitab suci bagi umat Yahudi.
Pandangan umat Kristen terhadap Perjanjian Lama
Walaupun Perjanjian Lama diturunkan oleh Allah sebelum kelahiran Yesus, namun umat Kristen menganggap Perjanjian Lama sebagai bagian dari Alkitab dan oleh itu menganggapnya juga sebagai bagian dari kitab suci.
Pandangan umat Islam terhadap Perjanjian Lama
Banyak orang di luar Islam tidak mengetahui atau menyadari bahwa umat Islam mempercayai semua kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah. Zabur (Mazmur), Taurat, Injil dan Al Quran adalah bagian dari Rukun Iman orang-orang Islam. Perbedaan pandangan umat Islam ialah umat Islam berpendapat kitab-kitab yang terdapat di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bukanlah dalam bentuknya yang asli. Dan Alqur'an telah menyempurnakan semua kitab-kitab itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar